Cari Blog Ini

Senin, 26 Desember 2016

Mutiara yang Hilang

Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Adakah yang lebih dalam daripada sebuah hati yang diminta menunggu sekian lama namun pada akhirnya ditinggalkan?
Adakah yang lebih dalam daripada ketika kau sangat takut menyakiti tetapi pada akhirnya kau yang tersakiti?
Adakah yang lebih dalam daripada kau diberikan harapan namun pada akhirnya ia yang mencampakkan harapan?
Menangislah...tak mengapa kau menangis hari ini...
Bukankah di dunia ini semua akan dipergilirkan sesuai dengan ketetapannya?
Adakalanya kau bersedih namun dilain masa kau akan tersenyum. 
Tiadalah yang abadi di dunia ini...
Ikhlaskanlah atas waktu yang telah kau habiskan untuk menunggu...
Relakanlah atas do'a-do'a yang kau langitkan untuknya...
Lepaskanlah ia yang pergi meninggalkanmu...
Bukankah Allah sebaik-baik pemberi balasan?
Percayalah Allah tak akan pernah menyia-nyiakanmu...

"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan" (QS Hud; 115)

Yakinlah akan ada hari esok yang membuatmu tersenyum karena kau pernah menangis hari ini...

Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran (yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit. (Ali bin Abi Thalib)

“Ya Allah, berilah aku rezeki cinta Mu dan cinta orang yang bermanfaat buat ku cintanya di sisiMu. Ya Allah segala yang Engkau rezekikan untukku diantara yang aku cintai, jadikanlah itu sebagai kekuatanku untuk mendapatkan yang Engkau cintai. Ya Allah, apa yang Engkau singkirkan diantara sesuatu yang aku cintai, jadikan itu kebebasan untukku dalam segala hal yang Engkau cintai. (H R. Al-Tirmidzi)

Minggu, 11 Desember 2016

LELAKI ROMANTIS

Bismillaahirrohmaanirrohiim...
 
Wajahnya tenang, sorot matanya teduh, tutur katanya bijak, penampilannya bersahaja. Sepanjang perjalanan meski macet berjam-jam tak pernah terdengar sedikitpun keluhan dari lisannya, pun dari tampilan wajahnya, stay cool. Bukan, saya tidak sedang jatuh cinta dengan lelaki itu, saya hanya menggambarkan tentang keselarasan antara batiniyah dan lahiriyah seorang ayah. Yaa beliau adalah seorang ayah yang membawa kami ke Monas seminggu lalu. 

Pernah suatu ketika di tol yang sangat macet beliau memanggil istrinya yang duduk di samping saya "dek pinjam hpnya mau lihat jalur mana yang gak terlalu macet" dan istrinya menjawab "sebentar yaa kak lagi asik dimainin dek Syabita nih". Saat itu saya agak kaget tapi hanya diam dan mencoba mencerna, saya tau usia pernikahan mereka terbilang sudah cukup dewasa, sekitar 11 tahun dan uniknya lagi sang istri lebih tua beberapa tahun dari sang suami. Kali ini saya belajar lagi secara langsung, tidak hanya membaca dari buku bahwa usia pernikahan dan tautan umur bukanlah penghalang untuk tetap romantis. 

Pun ketika tiba diantara jutaan lautan massa, lelaki itu tetap menunjukkan keromantisannya. Ia gendong putri kecilnya Syabita yang baru berusia tiga tahun sambil long march dari Planetarium Jakarta sampai Cikini dengan wajah yang tetap tenang. Kami terpisah rombongan dari beliau, saat masa mulai memadat saya dan istri beliau bersama dua orang lagi ibu-ibu tertinggal jauh di belakang, beliau bersama putrinya terus melaju ke depan dan hilang ditelan masa. Ketika hujan deras kami tidak tau bagaimana nasib putri kecil Syabita bersama ayahnya. 

Barulah ketika pulang kami mendapati Syabita di gendong lagi oleh ayahnya. Dengan wajah yang tetap tenang beliau bilang ke istrinya "dek tadi itu Masya Allah, pas hujan deras tiba-tiba ada yang kasih jas hujan buat Syabita, disuruh bawa pulang nih jasnya kayaknya masih baru, terus banyak sekali yang kasih makanan". Sepertinya tak banyak yang melakukan ini, saya memperhatikan dari jutaan massa yang ada di sana sangat jarang sekali seorang ayah membawa serta anaknya yang masih balita.

Belajar lagi dari sini, seorang ayah yang romantis tidak hanya membawa anak-anaknya pergi ke tempat-tempat indah ataupun ke mall-mall metropolitan, tetapi mengajak anak-anaknya ikut serta dalam perjuangan juga sisi lain dari romantis. Berharap dari sini tumbuh rasa cinta akan kebenaran pada diri sang anak. Kalau pepatah mengatakan "anak-anak yang dididik dalam suasana perjuangan akan tumbuh sebagai seorang pejuang" sebaliknya "anak-anak yang selalu dididik dalam suasana kesenangan akan tumbuh menjadi seorang yang takut berjuang dan takut kehilangan kesenangan". 

Nah ternyata romantis itu tak hanya kata-kata I Love You atau pemberian bunga atau hadiah di hari spesial. Meskipun itu juga sangat diperlukan dalam sebuah ikatan yang halal.

Barokallah fiikum...





Senin, 05 Desember 2016

Gerimis di Balik Aksi 212

Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Sejak dua hari sebelumnya saya sudah mencari-cari rombongan yang mau datang ke Monas, entahlah kali ini saya benar-benar ingin datang apapun kondisinya, saya tidak bisa lagi hanya berdo'a dan berdzikir di asrama, saya ingin merasakan semangat perjuangan itu secara langsung, tidak hanya melihat di layar kaca. 

Sampai sore H-1 saya belum mendapatkan rombongan. Dari pondok ada rombongan tapi bapak-bapak semua, tidak mungkinkan? di group lingkaran cinta sebenarnya pada mau ikut tapi ada amanah yang lebih besar, mereka harus menjaga generasi2 penerus bangsa yang sebagian besar masih balita bahkan bayi, maklum saya sendiri yang belum punya amanah jadi masih bebas melanglang buana. 

Saya sudah berusaha menghubungi semua sahabat, banyak sih dari bekasi kota, bogor, depok, tangerang, tapi endingnya ketemuan di sana, saya berfikir kalau ketemu di sana pastinya sangat sulit karena diantara jutaan manusia. Akhirnya magribpun tiba dan saya belum menemukan rombongan. Lepas magrib saya belum mau menyerah, kembali saya menghubungi seorang sahabat yang sudah lama gak kontak, akhirnya berhasil janjian berangkat bareng dari lippo Cikarang dengan naik bus jam 5 pagi. Sudah fix alhamdulillah walaupun dengan naik bus umum. Segera saya ke sekretariat pondok untuk minta surat izin ikut aksi, alhamdulillah dengan mudah surat izin didapat. 


Tapi ternyata perjuangan belum berakhir kawans 
😢 tiba-tiba sahabat saya membatalkan, ia mengabarkan kalau dia akan berangkat segera malam ini karena ada tugas dari santika. Bagaimana perasaanmu kalau sudah begini? kecewa tentunya ada, bukankah manusiawi?. Lama saya termenung, berfikir apakah saya memang tidak diizinkan oleh Allah untuk ikut. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.30 akhirnya saya pasrah jika memang Allah tidak izinkan saya ikut yaa cukup dengan do'a dan dzikir plus surat al kahfi yang setiap jumat membacanya, tapi saya juga punya keyakinan kalau Allah izinkan pasti saya akan sampai dan bergabung dengan jutaaan ummat yang datang dari berbagai penjuru negeri. 

Qodarullah pukul 22.00 saya iseng nanyain di group muslimah adakah yang akan ikut aksi besok? karena seharian group ini sepi postingan, tiba-tiba ibu yang cukup saya kenal segera menanggapi bahwa ia akan berangkat besok bersama suami dan anaknya dan menawarkan saya dengan yang lainnya untuk ikut beliau. Alhamdulillah gayung bersambut kami janjian jam 5.30 star dari lippo Cikarang bersama dua orang lagi ibu-ibu. 


Dan malam itu saya merasakan untuk kesekian kalinya bahwa seringkali jalan keluar itu berada di detik-detik akhir perjuangan bahkan saat kita sudah pasrah tidak tau lagi apa yang akan dilakukan tetapi masih tetap punya keyakinan bahwa Allah akan memberikan jalan keluar. Ya Allah gerimis lagi
😢

Saya sangat menyadari perjuangan saya menemukan rombongan untuk ikut aksi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka yang menempuh perjalanan ratusan kilometer berjalan kaki dari ciamis, mereka yang datang jauh-jauh dari seluruh pelosok negeri menggunakan pesawat menghabiskan biaya yang tidak sedikit, mereka yang menggunakan bus dirazia berkali-kali. Sungguh saya tidak ada apa-apanya.

Sejujurnya saya terinspirasi dari kalian semua saudaraku, kalau kalian bisa sampai ke Jakarta dari berbagai tempat yang jauh dan melewati berbagai rintangan, kenapa saya tidak? padahal saya dekat, belum punya amanah yang lain. Malam itu menjadi malam yang sangat panjang bagi saya untuk menanti subuh, padahal tidur juga sudah sedemikian larut. Sampai-sampai saya lupa mempersiapkan jas hujan ataupun payung, padahal sudah diingatkan sebelumnya :)

Setelah subuh saya sudah siap meluncur ke tempat perjanjian tak lupa mempersiapkan uang untuk disedekahkan, kalau-kalau nanti ketemu kotak infak pas di lokasi aksi. Dan hampir lupa ngabarin lagi papa mamak nun jauh di seberang sana bahwa saya jadi ikut aksi. Segera saya pencet kontak papa, di ujung sana terdengar suara khas mamak, dan diakhir pembicaraan beliau  berpesan "hati-hati yah jaga diri, mudah-mudahan gak ada rusuh, kami hari ini sengaja gak kemana-mana stand by di depan tivi mau liat siaran langsungnya" Jleb...hati rasa gerimis lagi
😢 menyaksikan antusiasme mereka. Dalam hati semoga Allah memberkahi kalian pahlawanku. 

Tiba di TPK (tempat perjanjian kami) pukul 5.30 ternyata belum ada seorangpun, kembali saya menghubungi ibu semalam, beliau bilang tunggu sebentar karena beliau akan mempersiapkan dan mengantarkan dua orang anaknya sekolah terlebih dahulu. Jadilah saya menunggu, tak lama dua orang ibu-ibu menghampiri saya ternyata yang semalam juga akan ikut aksi, kami terasa akrab padahal belum pernah bertemu sebelumnya. 


Dalam masa menunggu itu saya WAan sama wali santri kami bahwa beliau akan menjemput anaknya yang sedang sakit dipondok nanti siang, saya bilang "bunda nanti izinnya langsung aja ke kantor pengasuhan yaa, karena saya mungkin masih di Monas" beliau langsung membalas "ooh ustz ikut aksi yaa? saya jawab "iya, mohon doanya yaa bun semoga berjalan lancar dan tertib" dan tiba-tiba WA dibalas seperti dibawah ini




Nah temans saya baru niat sedekah uda dibalas tunai oleh Allah. Yaa Allah gerimis lagi 😢 memang dari semalam suasana sudah gerimis. Saya tidak kirim rekening saat itu lho temans, bunda ini memang sudah tau rekening saya karena beliau sering menitipkan uang saku buat putrinya ke saya.

Pukul 7 barulah ibu yang menawarkan saya tumpangan datang bersama suami dan seorang putrinya yang baru usia 3 tahun, kami segera berangkat menuju Jakarta. Dan tidak dapat dihidari lagi kalau sudah jam segitu daerah jabodetabek maceeet panjaaang karena berbarengan dengan orang-orang yang akan berangkat kerja. Yaa sudah dinikmatin aja sambil sholawatan dan banyak-banyak istigfar berharap segera sampai di tengah monas, alhamdulillahnya ada yang download aplikasi radio khusus 212 jadi bisa dengar setiap rangkaian acara sepanjang perjalanan jadi merasakan ruhnya walaupun belum sampai ke lokasi.


Di sepanjang perjalanan ternyata bukan hanya kami yang terjebak macet, ada ratusan mobil pribadi dan bus yang belum sampai lokasi, itu terlihat dari pakaian mereka yang serba putih dan spanduk-spanduk yang menempel di mobil/bus. Dilihat dari platnya banyak juga diantara mereka yang dari luar daerah. Gerimis lagi
😢 yaa Robb...siapa gerangan yang menggerakkan hati mereka? kecuali Engkau.

Setelah menempuh perjalanan 3,5 jam yang seharusnya 1,5 jam akhirnya kami tiba di depan gedung planetarium Jakarta tepat pukul 10.30, mobil parkir di sana, kami long march niat hati menuju monas tetapi apa daya, jangankan monas bundaran HI pun gak kelihatan, tugu tanipun gak kesampaian, kami hanya sampai Cikini massa terus memadat akhirnya kami menepi mencari celah untuk shaf sholat. Kami duduk dengan tenang sambil tak henti-hentinya berucap takbir, istigfar dan sholawat. Melihat lautan massa jutaan ummat duduk dengan tenang menunggu waktu sholat jum'at tak terasa gerimis lagi
😢  terbayang penaklukan kota Kontatinopel dulu oleh Sultan Muhammad Al Fatih, sejarah mencatat bahwa ketika itu sholat jum'at dengan jumlah jamaah terbanyak. Dan itu sudah terjadi ratusan tahun yang lalu, belum pernah ada lagi sholat jum'at dengan jamaah terbanyak. Hari ini moment itu berulang bahkan jauuh lebih besar. Allahuakbar! 

Beberapa menit sebelum azan dikumandangkan gerimis mulai menitik, kali ini bukan gerimis di hati tapi gerimis beneran, pas azan berkumandang gerimis semakin besar dan hujan deras mengguyur jutaan ummat, kami basah kuyup. Seumur hidup saya belum pernah merasakan sholat ditengah hujan seperti ini. Entahlah, air matapun tak dapat dibendung lagi, berjatuhan semakin deras bersama hujan. Yaa Robb...adakah yang lebih indah daripada menyaksikan jutaan ummat berdiri begitu khusuk, tak ada satupun yang bergeming dari shafnya? alangkah syahdunya sholat kali ini bersama hujan yang semakin lebat di tengah jutaan ummat yang terpancar pesona keikhlasan pada wajah mereka. Ternyata, hanya aku buihnya
😭 (meminjam kutipan Ust Salim A Fillah).

Sholat jum'at terasa begitu hikmat karena kami masih dalam satu komando dari pusat aksi walau dalam jarak ribuan meter. Khutbah yang disampaikan oleh habib Rizieq menembus nurani, membangkitkan ghirah bahwa kita harus berjuang menegakkan keadilan dan melawan kezhaliman di muka bumi.


Usai sholat jum'at jutaan massa membubarkan diri dengan cara yang sangat indah, tertib dan perlahan-lahan, tidak ada yang terhimpit apalagi terinjak. Semua sampah disapu bersih baik oleh petugas kebersihan aksi maupun masing-masing peserta aksi. Sepanjang perjalanan tampak ibu-ibu, bapak-bapak, tua, muda dari berbagai elemen masyarakat tak henti-hentinya menawarkan nasi kotak, nasi bungkus, snack, air mineral kepada peserta aksi, kami kewalahan menolak tawaran mereka, hingga akhirnya hanya menerima satu kotak nasi dan satu botol air mineral. Benarlah QS. Al Maidah ini adalah hidangan dari Allah. Yaa Robb gerimis lagi
😢

Tak ada foto selfi, gak kepikiran saking syahdunya suasana
😢 cuma dapat lima foto ini sebagai bukti keberadaan kami di aksi 212.




sholat di atas atap mobil, saking penuhnya, yaa Allah gerimis lagi 😢
 

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari aksi 212 ini. Diantaranya menjadikan hati semakin cinta pada kebenaran, memperkuat rasa persaudaraan, menularkan semangat berjuang dan semangat berbagi. Dan yang terpenting meyakini bahwa semua ini adalah kuasa Allah SWT.


"Dan (Allah) Dia-lah Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfaal [8] : 63)



Barokallah fiikum...

Jumat, 04 November 2016

Marah Karena Cinta, Adakah?






Di dalam islam marah itu sesuatu yang tidak disukai oleh Rosulullah SAW, bahkan Nabi bersabda “Jangan marah, maka bagimu surga” (HR.Thabrani). Karena islam adalah rahmatan lil 'alamin jadi sangat tidak wajar bila ummatnya berwatak pemarah.

Tetapi perlu digaris bawahi bahwa marah itu ada dua tipe, pertama marah karena nafsu, kedua marah karena cinta. Lho emang ada marah karena cinta? yaa ada lah, lihatlah Rosulullah “Sesungguhnya Nabi SAW tidak pernah marah terhadap sesuatu. Namun, jika larangan-larangan Allah dilanggar, ketika itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi rasa marahnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). “Tidaklah Rasulullah SAW membalas karena dirinya kecuali kehormatan Allah SWT dilanggar sehingga beliau pun marah,” (HR al-Bukhari).

Hari ini ayat Al Qur'an dinistakan, diolok-olok sebagai suatu yang bohong apakah kita masih ingin diam saja? Hari ini hukum pandang bulu, tajam ke bawah tumpul ke atas. Saat seorang nenek tua renta mengambil kayu bakar di lahan orang karena mencari sesuap nasi hukum secara ganas memprosesnya. Saat seorang ibu rumah tangga di Bali tanpa sengaja dan maksud tertentu mengatakan canang tempat sesaji orang hindu najis dipenjara selama 14 bulan. Tetapi yang jelas-jelas menistakan Al Qur'an sampai hari ini belum ada kejelasan proses hukumnya, apakah ini adil?

Maka marahlah dalam hal tersebut karena marah yang demikian bukan hanya diperbolehkan tapi diharuskan. Seperti dikatakan dalam hadits Nabi ketika kita melihat sebuah kemungkaran.
“Jika mampu kita wajib mengubahnya dengan tangan (kekuasaan), atau dengan lisan (dakwah) atau dengan hati meski itu menandakan iman yang paling lemah,” (HR Muslim).

Inilah yang dikatakan marah karena cinta. Cinta kepada Al Qur'an, cinta kepada Allah. Ketika Al Qur'an dinistakan kita perlu ada rasa marah dengan cara menuntut pelakunya diproses hukum. Perlu diingat bahwa yang dituntut adalah pelakunya bukan agamanya ataupun etnisnya.

Jadi marahlah karena cinta, marahlah karena Allah.

barokalllah fiikum...

Jumat, 02 September 2016

Perjalanan Pengobat Rindu

  

Bismillaahirrohmaanirrohiim…

Entahlah, bahkan aku tak tau lagi perasaanku sendiri. Bersyukur, terharu, bahagia, sedih semuanya bercampur aduk. Tak pernah menyangka secepat ini sampai ke Tanah Suci, rasanya masih mimpi. Tetapi saya belajar, bahwa mimpi memang harus diperjuangkan dan dido'akan selebihnya berpositif tinking kepada Allah. Banyak hal sulit yang harus dilewati, bahkan seringkali air mata yang menjadi penguat ketika jalan itu terasa buntu.

Kalian tau? saya bukanlah orang yang mampu secara materi untuk pergi ke sana, tetapi Allah yang telah memampukan saya untuk datang ke Tanah Suci-Nya. Karena saya meyakini bila kita punya niat baik maka Allah yang akan menunjukan jalan-Nya. Dan sekarang impian itu menjadi nyata Alhamdulillah. Benarlah ada kata bijak yang mengatakan "Allah akan memampukan orang yang dipanggil-Nya bukan memanggil orang yang mampu".

***
9 jam perjalanan mengudara di malam hari hanya bisa tertidur 2 jam, itupun tidak benar-benar pulas, beberapa kali terbangun. Entahlah berkali-kali mencoba memejamkan mata tak berhasil juga. Beruntung ditemani Al Qur’an, namun ketika mata sudah mulai perih ku alihkan membuka layar tivi yang tersedia di depan kursi. Ada banyak program yang bisa dilihat salah satunya sejarah islam, alhamdulillah bisa menambah wawasan.

Tepat pukul 22.00 WAS atau 02.00 WIB atas izin Allah kami tiba di Jeddah. Pertama kali menginjakkan kaki di tanah Arab hawa panas mulai terasa. Setelah melewati imigrasi kami semua bersiap-siap mengambil miqot: membersihkan diri, mengenakan pakaian ihrom dan melapaskan niat, kemudian barulah naik bis melanjutkan perjalanan menuju kota Mekkah Al Mukarromah, jarak antara 2 kota ini sekitar 1,5 jam perjalanan. Tak sabar rasanya ingin segera menginjakkan kaki di tanah Haram.

Dalam perjalanan ini kami disugukan makan sahur, sebenarnya belum terlalu lapar, tetapi karena akan berpuasa esok hari akhirnya dipaksa makan sedikit demi sedikit. Dalam perjalanan kami semua tertidur dan baru sadar ketika bis sudah mulai memasuki kota Mekkah. Di depan sana terlihat jelas gedung tertinggi: Zam-zam Tower. Buru-buru kami membacad o’a memasuki kota Mekkah dibimbing oleh Muthowif. Bis terus melaju mendekati zam zam tower dan itu artinya masjidil Haram juga semakin dekat.

Dari jarak puluhan kilo meter terlihat ribuan orang yang dominan berpakaian putih berjalan menuju masjidil Haram mereka akan menunaikan sholat subuh berjamaah. Kalian tau mengapa mereka begitu bersemangat sholat berjamaah di masjidil Haram? ya sholat di masjid ini adalah lebih utama 100.000 kali lipat dari pada masjid yang lainnya, apalagi dalam bulan ramadhan pahala dilipat gandakan. Tetapi memanglah penuh perjuangan meski tempat tinggal dekat kita harus datang 1 jam sebelum azan untuk bisa sholat di dalam masjid karena antrian yang begitu panjang dan sistem buka tutup pintu masjid.

Selesai subuh kami langsung bersiap-siap thawaf, belum sempat istirahat karena khawatir bila ditunda-tunda membatalkan rukun-rukun umroh. Terbayangkan lelahnya perjalanan langsung thawaf tujuh putaran dilanjutkan sa’i antara syafa dan marwah sebanyak tujuh kali dan dalam kondisi berpuasa pula, namun jika diniatkan karena Allah semua rasa lelah itu hilang seketika. Semua akan terbayar ketika pertama kali melihat ka’bah, entahlah aku sendiri tak mampu menjelaskannya, hanya air mata yang dapat mewakili semua perasaan.





Di sini lebih nyaman pakai cadar






Setiap perjalanan pulang dari masjid sekitar pukul 6.30 burung-burung dengan ramah menyapa kami.
Dalam menjalani hari yang begitu terik dan panjang, dengan suhu mencapai 45 0 C sambil menahan lapar dan haus selama 15 jam, dan kondisi tubuh yang lemah bertambah-tambah kami menyempatkan diri berkunjung ke beberapa tempat, menapaki jejak-jejak perjuangan Rosulullah dan para sahabat beliau, di sinilah hati merasa begitu dekat, ingin sekali rasanya berjumpa.


Jabal Tshur: tempat Nabi bersama Abu Bakar bersembunyi dari kejaran orang-orang kafir Qurais


Bersama rombongan


Jabal Rahmah; tempat pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa setelah berpisah ratusan tahun
pakai kaca mata di sini bukan gaya-gayaan tapi karena tak kuat panasnya; bisa bikin mata perih


                                                                   
Sambil menunggu antri masuk ke Masjidil Haram
                                                                        

Hari ke empat, perjalanan berlanjut menuju kota Madinah, jarak tempuh dari kota Mekkah ke Madinah  selama 6 jam. Sepanjang perjalanan hanya terlihat hamparan padang pasir yang tak bertepi dan batu-batu cadas. Bila dilogikakan dari mana penduduk sana bisa bertahan hidup? Di sini kita juga belajar bahwa kuasa Allah melampaui logika manusia. Nyatanya penduduk sana hidup makmur sejahtera, tidak ada yang mati kelaparan, dan saya juga tidak pernah menemukan pengemis dimanapun.

Kota Madinah; kota Nabi, saya jatuh cinta pada kota ini. Kota yang tertata rapi, jalan-jalan, gedung-gedung semua tertata rapi. Tidak boleh ada gedung yang tingginya melebihi menara Masjid Nabawi. Di masjid Nabawi suasana begitu tenang, tertib. Di sini tidak ada sistem buka tutup pintu saat memasuki waktu sholat namun keutamaannya hanya 1000 kali lebih utama dibandingkan masjid yang lain. Tetapi dalam masjid ini ada suatu tempat istimewa yang terletak ditengah masjid. Dialah Taman Surga; Raudhoh. Setiap hari saya mengunjungi Taman ini dan mengukir rindu di sana.

antrian panjang masuk ke taman surga: Raudhoh pukul 01.00 WAS
Kebun Kurma di Madinah
 




Masjid Terapung di Jeddah; di atas Laut Merah






Alhamdulillah…wa syukurilah…

Rasa syukur tak akan lupa, rasa haru iya. Dan mungkin juga rasa sedih, kalian tau kenapa? karena dalam perjalanan ini kami tidak ditemani mahram, sampai-sampai untuk melengkapi persyaratan kami terpaksa membuat surat mahram yang meminjam kakak teman sebagai mahram. Sungguhlah menyedihkan, tetapi rasa sedih itu tak akan mengurangi rasa syukur, setidaknya masih bisa mendo’akan meski belum bisa membersamai. Dulu selalu bermimpi bila datang ke tanah suci ini inginnya bersama mahram, tetapi apa daya takdir berkata lain, kita hanya berencana Allah yang menentukan. Semoga suatu hari nanti mimpi itu dapat terwujud.

Satu hal lagi sebagai pelajaran, bila punya niat baik maka segerakanlah, jangan ditunda-tunda, dalam hal apapun.  Jangan takut tak mampu, percayalah akan ada jalan ketika kita sudah membulatkan tekad dan bertawakkal kepada Allah.

Maka berjalanlah kemanapun engkau mau, tetapi utamakanlah datang ke dua kota suci ini; Mekkah Al Mukarromah dan Madinah Al Munawaroh maka akan kau temukan kedamaian di sana. Satu hal terindah pula dapat menyaksikan secara langsung jejak-jejak perjuangan Rosulullah SAW, para sahabatnya, para istri beliau, jejak-jejak Nabi Ibrahim As, Nabi Ismail As, Siti Hajar, Nabi Adam As, Siti Hawa. Sungguhlah berat perjuangan mereka. Kini mereka telah tiada, tetapi sesungguhnya mereka hidup selamanya, di sisi Allah SWT.

Perjalanan ke dua kota suci ini pula adalah bukti cintamu kepada Allah dan Rosulullah. Ya kalau tidak karena cinta mana mungkin susah payah berjuang, menangis, bahkan hampir menyerah.  Sungguhlah perjuangan umroh di bulan ramadhan itu luar biasa, dari materi yang tidak sedikit, sampai tenaga yang harus ekstra, tetapi percayalah Allah tak akan menyia-nyiakan cintamu kepada-Nya dan Rosul-Nya.

Rosulullah bersabda;

“Jika Ramadhan tiba, berumrohlah saat itu, karena umroh Ramadhan senilai dengan haji” (HR. Bukhari no 1782 dan Muslim no 1256). 

“Sesungguhnya umroh di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku” (HR. Bukhori no 1863).

Siapa yang tidak ingin berhaji bersama orang yang dicintai? meski pada kenyataannya tak nampak secara kasat mata, tetapi pada hakikatnya kau bersama orang yang dicintai. Indah bukan?

Tetapi perlu dipahami bahwa umroh di bulan Ramadhan bukanlah dapat menggantikan kewajiban berhaji, namun pahalanya setara dengan haji bersama Rosulullah. Berhaji tetaplah menjadi kewajiban selama napas masih berhembus.


Barokallah fiikum...